Saturday, March 30, 2013
Wednesday, March 20, 2013
Dunia Arsitektur-ku
from http://www.cadalyst.com |
Sampai kelas 3 SMA saya masih berpikir kalau dunia saya
nantinya adalah dunia penelitian, dunia dimana saya bisa menciptakan sesuatu
yang baru, tapi belum tahu apa yang ingin saya teliti. Yah mirip-mirip professor
ling-lung di komik Donal Bebek lah. Hingga akhirnya saya memilih bidang Kimia,
yaitu Farmasi. Saya cukup menyukai pelajaran Kimia, karena itu adalah pelajaran
yang sebenarnya ada di kehidupan kita sehari-hari namun kita kurang menyadari
kehadirannya. Contohnya H2O yang ternyata air, O2 yang ternyata udara, dan hal
lainnya. Saya merasa kimia mampu mengarahkan saya ke dunia dimana saya nantinya
bisa berkarya. Pelajaran lainnya yang saya sukai adalah Matematika. Sampai kelas
1 SMP saya termasuk murid yang tidak terlalu menyukai matematika, karena rumit,
pusing melihat angka. Tapi memasuki kelas 2 SMP saya menemukan bahwa matematika
itu adalah pelajaran yang sangat menarik ternyata, dari yang saya tidak terlalu
suka, berubah menjadi pelajaran favorit. Bahkan pelajaran andalan ketika
ditanya guru : siapa yang bisa menjawab ini? saya dengan bangga angkat tangan. Matematika
menawarkan ilmu yang mempunyai banyak korelasi, banyak keterkaitan. Filosofinya
seperti ini : Cara membongkar rumus A adalah dengan mamasukkan rumus B melalui
rumus C yang secara tersirat informasinya ternyata tertulis di rumus A. Ya kira2
hal seperti itulah. Terakhir saya suka pelaran Geografi, belajar cara melihat
bumi, menyadari bahwa bumi itu bulat, belajar mengingat nama ibukota Negara dunia
dan mengetahui tempat tertinggi atau tempat terdalam di dunia sudah seperti air
minum yang sangat segar untuk saya minum pada saat itu.
Hingga tibalah saat dimana saya harus memilih kemana kaki
ini harus berpijak. SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) akan diadakan dan
saya akan berpisah dengan masa 9 tahun wajib belajar. Saya akhirnya memilih
jurusan Farmasi UI dan UNPAD, pilihan yang ceroboh dan terlalu percaya diri
saudara-saudara. Bukannya apa-apa, kedua jurusan itu merupakan jurusan favorit
di kedua kampus itu, katanya sih jurusan itu merupakan pilihan kedua anak
Kedokteran. Dapat dibayangkan siapa saja saingan saya bukan? Seperti dapat diprediksikan,
saya gagal total di SPMB tahun 2005. Saya pun ditanyakan oleh orangtua saya,
mau lanjut pendidikan dimana? (karena orangtua saya yang notabene orang batak,
menginginkan anak-anaknya minimal bisa menjadi Sarjana) saya pun bingung,
karena saya juga tidak menyiapkan rencana cadangan yang matang apabila SPMB
tidak masuk, saya tidak mendaftar kemana-mana waktu itu diluar Universitas yang
menawarkan diri ke sekolahan saya, SMA 92 Jakarta, salah satunya Universitas
Gunadarma.
Pada akhirnya Universitas Gunadarma mengirim surat untuk
ikut program beasiswa. Saya baru ingat pada waktu mengisi jurusan sewaktu di
tes oleh Gundarma, saya mengisi jurusan Arsitektur. Kenapa saya memilih
Arsitektur? Karena pada waktu itu Teknik Sipil (yang menjadi prioritas saya
waktu itu, karena saya pikir akan banyak menghitung) masih terakreditasi B
sedangkan Teknik Arsitektur-nya sudah berakreditasi A. Setelah melalui banyak
pertimbangan, salahsatunya biaya kuliah yang tidak mahal, dan saya harus berpacu
dengan waktu yang semakin dekat memasuki ajaran baru tahun perkuliahan tahun
2005/2006 yang akan segera dimulai, saya pun memilih kuliah di kampus ini.
Melihat perjalanan saya untuk belajar
melalui perkuliahan sebelum memasuki dunia Arsitektur memang terlihat seperti “sisa”.
Namun saya percaya itu semua sudah diatur sama yang Di Atas. Saya juga yakin,
saya tidak akan lebih menikmati dunia Farmasi daripada dunia Arsitektur, karena
apa yang saya alami waktu sekarang adalah hal yang sangat saya syukuri.
"Karena menyesal membuat kita lupa bersyukur"
Setelah 5 tahun kuliah, saya
sempat bekerja di Konsultan Arsitektur, Designscape. Perjalanan karir saya
tidak terlalu baik disana, saya hanya 4 bulan berada disana, namun saya
mendapatkan cukp banyak ilmu disana. Dan sekarang bekerja di Distributor Lampu,
Lelco Trindo Graha Nusantara, di tempat ini saya belajar mengenai Penerangan
Gedung. Sebatas penerangan saja. saya meninggalkan dunia Arsitektur yang
seharusnya masih saya tekuni dengan giat, mengingat saya masih sangat mentah
sebagai fresh Graduated, tapi saya tetap mensyukurinya karena sayamendapatkan
pengalaman baru. Walaupun judulnya “distributor lampu” namun staff yang bekerja
di Research and Development (Divisi Desain) ini rata-rata adalah anak Arsitek
semua. Jadi saya juga mendapatkan ilmu Arsitektur walaupun cuma sedikit. Sekarang
saya jadi punya hobby baru jika jalan-jalan ke luar. Apa itu? Ya melihat
penerangan gedung. Sekarang melihat penerangan Interior dan eksterior menjadi
hal yang manarik untuk dikomentari. Apalagi jika sedang berjalan-jalan di Mall,
yang umumnya memang menggunakan penerangan yang “wah” supaya menjadi menarik di
mata konsumen, Lighting menjadi sangat menarik dimata saya.
Saya bekerja cukup nyaman bekerja di
sana, sekarang saya sudah bekerja 1,5 tahun. Namun melihat lebih dalam ke diri saya
sendiri, saya merasa haus untuk lebih mengerti tentang dunia Arsitektur dan ilmu
yang saya dapatkan di Lelco, tidak terlalu banyak. Saya pun mulai merasa jenuh dan
berpikir untuk menata kembali karir saya. Kenapa? Karena saya memang seharusnya
mengisi kepala dan ide saya dengan hal-hal inovatif dengan berlatih di tempat
yang seharusnya, yaitu : dunia Arsitektur.
Berat pastinya untuk masuk ke dunia
Arsitektur lagi. Tapi saat ini, 20 maret 2013, saya mulai membayangkan masa
depan yang sempat kabur menjadi pasti kembali, yaitu kembali merancang sesuatu,
berkarya di tempat yang seharusnya saya berada. Menyingkirkan pesimisme “apakah
saya mampu menjadi Arsitek yang baik” yang sering saya rasakan. dan
memanfaatkan masa muda saya sebaik mungkin. Mudah-mudahan jalan kembali ke dunia
Arsitektur itu memang takdir yang sudah ditetapkan oleh Dia, Sang Khalik.
"Banyak hal yang terjadi dalam hidup saya, hal-hal yang terjadi secara kebetulan, tak direncanakan, tapi pada akhirnya terjadi tanpa bisa saya bayangkan tapi saya bisa tetap hidup dan malah menikmatinya. Rencana kita di masa lampau memang tidak selalu menjadi kenyataan, tetapi kenyataan saat ini bisa membuat kita berpikir kembali dan menata masa depan yang lebih baik dengan keadaan kita saat ini"
Friday, March 8, 2013
Demi Selembar Ijazah
(dari : kamimahasiswa.blogspot.com) |
Jadi kalau anda melihat IP saya yang cuma 2,93 + lulusnya membutuhkan waktu sampai 5 tahun, anda mungkin menyangka kalau saya malas-malasan kuliah kan? Ga serius kuliah kan (nada mulai meninggi)? Sering begadang karena maen PS kan (nada sudah maksimal)? Huh. Yah itu benar saudara.
Tapi dibalik kemalasan
saya ketika kuliah, anda mungkin tidak menyangka perjuangan saya untuk sekedar
mendapatkan ijazah yang fungsinya (dikenyataan) hanya sebagai syarat masuk
kerja ini. Saya kuliah di Universitas Gunadarma (kata orang-orang ini kampus se-Asia
Tenggara, karena “katanya” kampus Gunadarma ini mempunyai mahasiswa terbanyak
se-Asia Tenggara). Saya mengambil
jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Berbeda
dengan jurusan mayoritas seperti Komputer atau Ekonomi, jumlah mahasiswa Teknik
Arsitektur ini tidak banyak, bisa kita bilang minoritas. Jumlah mahasiswanya
paling banyak cuma 60-an orang (kalau saat ini saya kurang tahu, dengar-dengar
sudah nembus 100-an orang), bandingkan dengan jumlah anak jurusan Komputer yang
jumlahnya sampai 500an orang.
Belajar di kuliah
Teknik Arsitektur tidak gampang, begadang hampir tiap minggu, padahal kan kata
bang Rhoma “begadang jangan begadang”. Tugas-tugas diluar tugas gambarpun cukup
mengganggu, misalnya kami tetap harus belajar bahasa pemrograman seperti Visual
Basic. Come on men, apa hubungannya coba Arsitek sama bahasa pemrograman. Ini
salah satu hal yang paling bull-sh*t yang saya pernah temui di kampus ini. Udah
gitu nguli Arsitek mesti punya modal juga. Modal pulpen R*tring, Pensil
mekanik, kertas gambar, dan peralatan lain yang tidak murah harganya. Saya
sendiri sering minjam atau bahkan memakai alat seadanya. Dulu saja ketika saya
beli 1 paket pulpen R*tring bekas saya mesti hunting-hunting sampai ke daerah
Jatinegara.
saya dan si maket |
Sepertinya tulisan ini
ga bakal cukup untuk menggambarkan pengalaman saya ketika nguliah (kita sebut
saja nguli, soalnya kami, para anak Arsitek, memang diwajibkan seperti kuli
dalam menyelesaiakn tugas). Ada sedikit cerita tentang kuliah komputer yang
sempat saya bahas diatas. Kuliah ini mempunya aturan baku yang berlaku disemua
kuliah yang berhubungan dengan prakter Komputer, yaitu laporan awal dan laporan
akhir. Hal yang unik adalah setiap laporan awal itu harus diketik dengan
menggunakan mesin ketik manual! Mesin ketik manual men, mesin yang udah ada ketika
jamannya Soekarno lagi nyusun naskah kemerdekaan Indonesia! Mesin yang kalau
salah ketik,mesti ditipek, kalau engga ya mesti ganti kertas. Mungkin maksud
baik dari kampus ini adalah, agar para mahasiswa belajar menggunakan mesin ketik
yang lama agar terbiasa dengan keyboard di komputer. Mungkin.
Nah disinilah timbul
ide kreatif saya, karena saya sudah kehabisan akal untuk mendapatkan uang
tambahan dengan cara lain. Jadi ceritanya saya di rumah masih punya mesin
ketik, masih bagus, masih sering dipakai mama saya untuk bikin tulisan (padahal
sudah ada komputer di rumah). Nah, jadilah saya ini seorang mediator berbayar.
Bayarannya ga besar, tapi cukuplah buat makan enak 2x. Jadi saya bertugas
mencari kunci jawaban di Gramedia atau internet dan mengetik laporan awal
anak-anak Arsitek yang malas ngerjain atau udah ga punya waktu untuk ngerjain
laporan (seakan-akan saya punya banyak waktu aja -__-“). Sampai-sampai saya
menjadi ahli sekali dalam mengetik. Tidur jam 12 pun akhirnya di jabanin,
karena harus mengerjakan tugas lain. Biasanya sih tidur jam 2 pagi.
Setelah melewati
berbagai macam mata kuliah semenjak semester 1-7 tibalah waktunya untuk memasuki
semester 8, yang artinya harus memikirkan hal besar yang bernama Tugas Akhir.
Caelah. Denger kata Tugas Akhir (TA) aja kaya denger Dave Koz mau kunjungan ke
Kelurahan saya. TA buat anak Arsitek itu mempunyai arti yang bermacam-macam,
beberapa diantaranya :
- Ada yang senang karena sebentar lagi akan selesai selesai kuliah dan akan memasuki dunia pekerjaan (nyari duit coy)
- Ada yang deg-deg ser, karena masih mikirin, “nilai gue cukup ga yah buat TA?”
- Ada yang sedih, artinya sebentar lagi akan berpisah dengan sahabat-sahabatnya
- Ada yang sudah wanti-wanti untuk mengemis uang lebih ke orangtua, karena biaya TA itu normalnya bisa mencapai 3jt-an, itu kalau maketnya mau dibikinin orang lain. Kalau mau ngerjain sendiri ya paling murah 1jt-an, seperti saya.
- Ada yang mulai bikin-bikin strategi minta bantuan orang lain selama pengerjaan TA (ya semacam MoU-nya lah, perjanjian gitu, fee-nya berapa :p )
Nah saya, pahitnya, adalah golongan
orang yang merasakan semua hal di atas. Saya pengen nyari duit juga, tapi nilai
belum mencukupi untuk ikut TA, saya sedih juga ga bisa tanding PS ama anak-anak
lagi dan duit juga menjadi masalah, maklum saya berasal dari keluarga
sederhana. Nah paling poin nomor 5 saja sebagai pengecualian, saya ga pernah
mikirin mau dibantu sama siapa.
anak-anak 2005 |
Ada beberapa hal yang menjadi
persyaratan untuk ikut TA dikuliah Teknik Arsitektur pada jaman saya kuliah :
- Lulus semua Kuliah Studio Perancangan Arsitektur dan Struktur Konstruksi (tidak boleh D) mata kuliah wajib nih.
- Lulus Penulisan Ilmiah, ini biasanya disemester 6, level kesulitannya mirip ketika mencari data buat TA. Karena harus sesuai dengan peraturan, buku, dll
- Minimal mengikuti 2 Kursus. Ada beberapa pilihan, seperti : Fotografi, GIS, ArchiCad, dll
- IP mata kuliah local minimal 2,75 (tidak boleh ada 2 nilai D ). IP mata kuliah Utama minimal 3 (tidak boleh ada nilai D dan E)
- Bebas perpustkaan. Walaupun perpustakaan tidak pernah dikunjungi.
- Dan beberapa persyaratan lagi.
Setahun kemudian, setelah
saya memenuhi semua persyaratan di atas, akhirnya saya bersama anak-anak 2005
yang lain memutuskan untuk ikut TA bersama anak-anak Arsitek angkatan 2006,
agak gimanaa gitu.
Prosesnya pengerjaan
TA itu sendiri antara lain :
Pemilihan
judul
Dari awal kami memulai
dengan mencari judul yang tepat untuk TA kami, judul yang membuat kami nanti
tidak terjebak dengan banyak masalah. Pentingnya membuat judul adalah juga
masalah effort kita nanti untuk mengerjakannya secara continue. Kan lebih
lancar lagi kalau kita memilih judul sesuai dengan cita-cita yang selama ini
sangat ingin kita bangun. Contohnya membangun stadion, buat tema-teman yang
hobby bola atau membangun Mesjid/Gereja sebagai lambang persembahan buat Tuhan
melalui TA.
Survey
lokasi
Survey yang bertempat
di Pandeglang, Banten tidak lepas dari andil salah seorang rekan kami yang
kebetulan mempunyai rumah di sana. Lalu terjadilah hal yang kurang wajar
terjadi pada saat sidang-sidang awal TA, dosennya heran kenapa banyak sekali
anak-anak TA yang mengambil Lokasi di Pandeglang. Dengan berdalih “Pandeglang
akan menjadi kota wisata yang akan banyak dikunjungi oleh turis lokal maupun
luar”, kami semua akhirnya secara ajaib lolos.
Membuat
latar belakang dan mencari data-data
Ini adalah bagian
dimana kami lebih banyak mengetik dan mencari data untuk menunjang pembangunan
proyek Maya berjudul TA ini. Modem dan buku adalah senjata alami yang perlu
dimiliki, agar mempertebal Skripsi saudara-saudara sekalian.
Proses
Desain
Pada tahap ini, mulai
timbul kejenuhan dan kebosanan. Kita ini dituntut untuk membuat desain yang
belum pernah dibuat, desain yang layak dibangun, desain yang bisa
dipertanggung-jawabkan dari segi kemasyarakatan, dan lainnya.
Pada periode ini,
AutoCad dan Aplikasi 3d mulai sering dipakai sebagai bahan untuk presentasi.
Dan selama proses desain ini, saya tidak modal apa-apa loh, minjem semua.
Laptop minjem, komputer juga minjem, modem minjem, untungnya celana dalam ga
minjem.
Sidang
Hampir semua proses di
atas juga menggunakan sidang sebagai alat untuk menguji kelayakan TA yang
bersangkutan. Di sidang kita dipertemuakn dengan dosen yang bukan dosen
pembimbing kita, istilahnya adalah “pembantaian”. Setelah sidang biasanya muka
peserta langsung kusut kaya karung goni, karena apa? Ya, karena Revisi.
Banyaknya kertas revisi terkadang kalah sama banyaknya lembar presentasi kita.
Ada banyak sekali
sidang, namun sidang yang penting adalah Sidang akhir, sidang kelayakan, dan
sidang di Kenari.
Pengerjaan
Desain akhir
Pada bagian ini, uang
memegang peranan penting. Terutama dalam pembuatan maket, karena proses
pembuatan maket ini membutuhkan waktu yang agak lama, dan membutuhkan tenaga
“professional” yang mumpuni (udah professional, mumpuni lagi), yang tak lain
dan tak bukan adalah sesama rekan mahasiswa juga, terkadang teman yang belum
nyusun TA, adik kelas, kaka kelas, pacar, dan semua pihak lain yang bisa
“diperah”. Untungnya saya cukup tangguh untuk mengerjakan TA saya dengan lebih
banyak mengerjakannya sendirian (bukannya apa-apa teman-teman saya kebanyakn
tinggal di Priok saat itu T_T).
Jika orang-orang mulai
memutuskan untuk membuat maketnya dengan cara memesan untuk menghemat waktu
agar bisa fokus bikin gambar. Beda cerita dengan saya, berhubung dana paspas-an
saya memutuskan untuk membuat maket sendiri plus ngerjain gambar. Dan anda tahu
saudara-saudara, pernah suatu malam saya mengerjakan maket sambil tidur, oke ga
tuh?
maket monochrome |
Hingga pada akhirnya
saya memegang ijazah saya sekarang, saya masih hafal dengan semua kejadian yang
mengiringi proses keluarnya saya dari Jurusan Teknik Aristektur (kebanggaan),
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (masih bangga), kampus Gunadarma
(lunglai).
Akhir kata, semuanya jangan
terlalu dianggap serius, ambil saja manfaatnya (kalau ada) namanya juga isi
hati dan isi pikiran :)
Salam perjuangan!
Subscribe to:
Posts (Atom)