|
Samuel Limbong |
Selamat Sore sobat-sobat, kawan-kawan, saudara-saudari, seumat sekalian. Apa kabarnya di jumat malam yang sendu ini?
Hari ini ini saya ingin berbagi cerita. Kali ini,
saya ingin bercerita tentang abangku, Samuel Haposan Dangsina Limbong. Sama
seperti saya, namanya sangat panjang, terdiri dari 4 suku kata. Dia SHDL dan
saya RCSL. Saya dengan abang saya adalah 2 orang yang sangat berlawanan
sifatnya. Abang saya suka berpetualang mencari hal baru sedangkan saya lebih
suka berdiam di satu tempat dan berkarya disana. Namun untuk beberapa waktu
kami juga mempunya kesamaan. Sama-sama tergila-gila dengan Sepakbola. Sama-sama
suka cewek manis, yaelah abang tukang ketoprak di Cilodong sana juga suka kali.
Biografi Singkat
|
Foto : Limbong Family |
Pada tanggal 7 Juni 1984, di
daerah Sipoholon, Tapanuli Utara, lahirlah abang saya ini ke dunia. (ini
sepengetahuan saya loh, untuk selengkapnya tanyakan bapak atau mamak saya) nama
Samuel adalah nama yang diambil dari Alkitab, karena Samuel dalam berarti jawaban
doa kedua orangtua saya. Haposan adalah nama pemberian ompung doli (kakek dari
pihak ibu saya) saya, inilah beratnya jadi anak pertama laki-laki, atau anak
perempuan pertama di keluarga batak, namanya itu agak berbau2 dengan nama yang
agak sulit dilafalkan dalam bahasa Indonesia. Dangsina adalah nama sebuah
gereja dekat Sipoholon. FYI, Dangsina dalam bahasa batak juga berarti Selatan.
Sedangkan Limbong sendiri adalah marga keluarga kami.
Abang saya ketika kecil adalah
anak yang sangat menarik. Sering juara kelas. Kata mama abang saya selalu
tertarik dengan banyak hal. Dan selalu menjaga kakak saya. Dia tidak suka
bergaul dengan orang yang merusak hal baik yang terjadi dengan sekitarnya.
Ceritanya dulu waktu masih TK, ketika kami tinggal di Tarutung. Ada beberapa
anak yang iseng merusak tanaman di sekitar gereja, lalu entah gimana ceritanya,
mereka berdua (abang saya dengan kakak saya) memarahi anak-anak tersebut. Dari
lahir sampai TK, abang saya tinggal di Tarutung. Masa-masa SD dihabiskan di
Desa Silombu, Lumban Lobu, Lumban Julu. Kota terdekat dari sana adalah Porsea.
Tidak banyak memori yang saya ingat, karena saya waktu itu masih kecil. Abang saya
masih SD, kami lalu pindah ke Sipiongot, Tapanuli Selatan, di sana kami
menghabiskan waktu bermain dengan anak-anak yang lebih dusun dari orang
Silombu. Tapi saya ingat, kami dulu sempat memainan Nintendo di rumah. Nintendo
pinjaman dari saudara yang tinggal di Padang Sidempuan (ibukota Tapanuli
Selatan). Saya masih ingat bagaimana ketika kami memainkan game Mario Bros,
anak-anak kampung berlomba-lomba mengintip kami dari sela-sela papan rumah
untuk sekedar melihat kami bermain Nintendo. Terbayangkan kan betapa dusunnya
Sipiongot itu.
Nah begitu bang Posan lulus SD,
kami berpisah dengan abang kami. Kami sekeluarga pindah ke Padang, sedangkan bang
Posan (panggilan abang di rumah) kembali ke Silombu untuk melanjutkan
pendidikan di SMP Lumban Julu. Kenapa diskriminasi gitu yah? Jadi begini
ceritanya, waktu itu kan belum ada pengumuman mengenai kepindahan bapak kami ke
Padang, sedangkan di Sipiongot tidak ada SMP, atau mungkin tidak ada SMP yang
kualitasnya cukup baik. Karena hal itulah makanya bapak berpikir untuk
memindahkan bang Posan ke Silombu (kampung ibu saya) yang tingkat pendidikannya
sudah lebih maju. Dan tiba-tiba datanglah surat kepindahan bapak ke Padang.
Sedangkan abang sudah sempat bersekolah di Lumban Julu. Jadi disinilah kami
berpisah selama 3 tahun.
Banyak cerita tentang kehidupan
tentang abang saya di Silombu. Bagaimana perlakuan ompung boru (nenek) kami
yang kurang adil terhadap bang Posan. Ada sedikit cerita lucu sekaligus pahit
(ini menjadi salahsatu top story yang selalu di ulang-ulang ketika kami semua
sedang berkumpul). Begini ceritanya, waktu itu adalah ulang tahun abang saya,
saya kurang tahu yang keberapa. ompung boru saya memasakkan ayam sayur untuk
bang Posan. Abang saya sangat senang. Saking senangnya abang saya, yang pada
waktu itu mungkin sedang kelaparan, memutuskan untuk menambah ayam ke
piringnya. Lalu dengan menepuk tangannya, ompung saya menegur : “nga sae i, sarihon
tu marsogot” (yang artinya kira-kira : sudah cukup itu, sisakan untuk besok).
Saya membayangkan betapa kecutnya wajah bang posan ketika. Lucu sekaligus
sedih.
Setelah 1 tahun di kampung, bang
Posan menyusul kami ke Padang. Di Padang, abang tidak kesulitan untuk melewati tes
masuk SMP Frater, Padang, dan bersekolah disana. Selama di Padang, saya tidak
terlalu memperhatikan bang Posan. Mungkin karena saya terlalu sibuk untuk
bersenang-senang seorang diri mencari ikan di sawah sana :D
Lalu nasib membawa kami ke tempat
dimana kami berempat lahir, Tarutung. Di sini saya banyak menghabiskan waktu
dengannya. Kami sering bermain bola di lapangan SMA HKBP 2, tempat bang Posan
bersekolah. Kami sering bermain tenis meja bersama.
|
Foto : Me and Bro (di Photo Studio) |
Setelah lulus SMA, bang Posan
lulus SPMB dan melanjutkan pendidikannya ke UNSRI (Universitas Sriwijaya),
mengambil jurusan Agronomi (Pertanian). Setelah kuliah cukup lama, hampir 7
tahunan, akhirnya bang Posan (kembali) menyusul kami ke Jakarta. Sempat
menganggur beberapa bulan, abang membantu Tulang kami (Om/adik ibu saya) untuk
menjaga counter HP. Banyak pengalamannya disana, yang tidak saya alami. Padahal
saya duluan menginjakkan kaki di Jakarta. Selama menjaga counter abang beberapa
kali bertemu dengan beberapa penipu yang mencoba untuk menguras isi counter
yang berposisi di sekitar PGC Cililitan tersebut. Dia mengalami juga dapat
shift malam untuk menjaga counter “UGD 24” , karena memang sistem dari UGD
sendiri yang mengharuskan counter untuk tetap buka seama 24 jam. Sedangkan
saya, Cuma sempat beberapa malam menginap di counter dan tidak benar-benar
mengalami hal-hal luar biasa yang dialaminya selama disana.
Lalu abang mendapat kabar baik
soal lulusnya abang tes untuk bekerja di pekerbunan di daerah Kalimantan. Tapi
sebelum di bekerja, dia harus di-training ala tentara dulu di Pekanbaru, Riau
selama 3/6 bulan. Lalu bang Posan pun terbang menuju Kalimantan dan bekerja
disana hingga hari ini.
Anugerah Tersembunyi Abangku
Mungkin secara kasat mata abangku
ini terlihat biasa aja. Apalagi dengan penampilannya sekarang, berpostur
kecil dan berwarna kulit agak hitam dan
agak kurang terawat karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan abang saya
setiap hari dijemur matahari di perkebunan sana. Tapi dibalik itu abangku
tetaplah individu yang sangat menarik. Bakatnya itu tidak terlihat secara kasat
mata. Dia mungkin tidak terlalu pandai memainkan alat musik, tapi dia adalah
seorang pemimpin. Terlihat dari nada bicaranya. Tidak naik-turun seperti saya. Tidak
terlalu besar, yang menandakan sifat keras dari seseorang, ataupun tidak terlalu
kecil, yang menunjukkan ke-inferior-an seorang individu. Tapi abang saya ini pas.
|
Foto : Bang Posan di Kebun |
Saya tidak heran jika suatu saat
nanti abang saya ini akan sukses dan mempunyai sebuah PT sendiri yang bergerak
di bidang perkebunan. Karena saya bisa melihat, dia sangat mencintai dan sangat
tertarik untuk hidup dengan dunia perkebunan sana. Dunia perkebunan itu tidak
menyenangkan loh, disana banyak sekali kriminalitas. Pembunuhan, seks bebas,
santet, dan lain sebagainya. Tapi entah kenapa saya tidak pernah ragu abang
saya ini akan tetap bisa bertahan, dan menjadi pemimpin di Kalimantan sana. Saya
tidak pernah mendengar abang saya mengatakan bahwa Jakarta atau hidup di sebuah
kota besar adalah sebuah kebutuhan. Dia melihat bahwasanya, kalau mau sukses ya
harus melakukan hal yang kita sukai. Bagi saya itu sebuah hal yang luar biasa,
melihat banyaknya sarjana pertanian yang ujung-ujungnya kerja di tempat lain,
seperti : MT sebuah PT BUMN, Bank, Pemerintah. Dll.
Abang saya ini juaga adalah individu
yang selalu gampang untuk memecahkan persoalan yang berhubungan dengan barang
elektronik. Tidak heran, dia lebih banyak tau mengenai sebuah barang elektronik
daripada saya walaupun saya mengenal barang itu lebih lama berada di tangan
saya. Dari dulu abang saya sangat interest dengan barang yang berhubungan
dengan elektronik, bakat yang turun dari ayah kami, saya pikir. Dulu, setiap
ada Koran baru yang datang ke rumah. Ayah kami, saya, dan abang saya membagi 3
koran. Ayah saya membaca tentang segala hal, saya mengambil rubrik olahraga,
dan abang saya melihat-lihat semua iklan tentang barang elektronik, Kamera, TV,
Mobil, Hape, dan lainnya.
Jika ada barang yang baru dibeli
diletakkan dihadapannya, dalam waktu 1 hari saja, dia akan mengetahui 75%
kemampuan barang tersebut. Omong-omong soal kamera, tempo hari ketika berenang
di danau Toba, abang saya mengambil gambar saya yang sedang berenang. Hasilnya?
Benar-benar seperti juru foto professional. Lihat saja ini.
|
Foto : Hasil Jepretan abangku di Danau Toba |
Sebenarnya saya agak heran dengan
keputusan bang Posan dulu untuk mengambil jurusan Pertanian, kenapa tidak
mengambil jurusan elektro, mesin, atau sebagainya. Disinilah saya juga sangat
salut dengan pemikirannya. Abang saya selalu berasumsi “jika kita harus bisa
melihat kemampuan kita sejauh mana”. Kita itu sanggupnya berkuliah dimana. Realistis.
Iya, abang saya benar-benar memakai
analisanya dalam merencakan masa depannya. Dia siap untuk terjun dalam
dunia pertanian. Saya malu jika melihat ke diri saya sendiri, yang masih sering
berkata : apa iya saya bisa sukses di bidang ilmu yang saya pilih? Saya terkadang
iri dengan perencanaan masa depan abang saya ini. saya masih harus banyak
belajar dari dia.
Ternyata abang melihat setelah
tes berkali-kali, kemampuannya untuk masuk SMBP dengan jurusan yang dia suka,
abang saya berpendapat dia akan lulus di SPMB. Dan benar saja. Dia lulus. Kebanyakan
anak-anak jaman sekarang, termasuk saya, sering tidak sadar diri. Tidak melihat
bahwa dia tidak cukup cocok dan bisa untuk meraih sesuatu, dan bermodalkan
kenekatan dan doa egois, akhirnya gagal. Ini cukuplah menjadi pelajaran bagi
kita. Bahwasanya bukan Cuma di Jurusan favorit saya seseorang bisa sukses. Tapi
di jurusan yang kita sukai dan sesuai dengan kemampuan kitalah, kita bisa
meraih impian kita.
|
Foto :Lagi di Singkawang, ala Rapper, gaje |
Tapi tetap saja abang saya ini tetap
mempunyai noda dalam perjalanannya menelusuri kehidupannya. Entah kenapa abang
saya ini sedikit bermasalah dalam hubungan percintaan. Sudah berapa kali abang
saya ini putus nyambung. Memang, wajahnya menurut saya mempunyai keunikan dan dianugerahi ketampanan dari ayah saya,
tidak seperti saya :(. tapi justru kelebihan abang itu juga yang membuatnya entah kenapa tidak bisa
awet dengan seseorang. Tuhan memang maha adil, haha, piece bang :D . Disaat umurnya
menginjakkan angka 29, abang belum menikah. Tapi kabar baiknya disaat yang
bertepatan, abang saya juga telah menemukan seseorang yang kelak akan
menemaninya. Kita lihat saja nanti. Kita doakan yang terbaik buat dia.
Dan ada lagi sih beberapa
kekurangan abang saya ini, tapi bukan permanen, kekurangan biasa yang dirasakan
oleh saudaranya, yang membuat kadang pertengkaran terjadi. Bukanlah sebuah hal
yang perlu dituangkan.
Masih banyak yang ingin saya sampaikan tentang abang saya, tapi sepertinya tulisan tidak cukup untuk menggambarkannya.
Terakhir, mama saya pernah berkata,
suatu saat kita akan mempunya tempat persinggahan untuk bisa mendidik banyak
orang di Bogor, di Kalimantan, di Kampung. Dengan aktornya adalah kami
anak-anaknya. Aku punya tugas untuk mewujudkannya di Bogor, dan abang saya di Kalimantan. Tidak tahu
apa yang akan terjadi di hari depan. Tapi mari kita wujudkan, bang :)
Wibawa memang tidak bisa dilihat
dari kulit atau wujud seseorang, tapi cara dia berbicara dan cara dia berpikir
akan sesuatu, kita akan bisa melihat wibawanya – gambaran abang saya